Reformasi
·
Pengertian
Kata reformasi pasti sudah tidak
asing lagi di telinga kita. Bagaimana tidak ? Sekarang kita sedang berada di
masa reformasi. Sebenarnya, apa sih arti reformasi ?
Menurut kbbi, reformasi adalah
perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama)
dalam suatu masyarakat atau negara. Mengapa reformasi ? Mengapa tidak revolusi
? Atau bahkan restorasi ? Berikut penjelasannya.....
Reformasi,
dari kata-kata yang menyusunnya, re-yang artinya kembali, form-yang artinya
bentuk. Dapat kita artikan sebagai pembentukan kembali. Apa yang kembali
dibentuk ? Pada kasus NKRI, yang menjadi objek reformasi adalah
pemerintahannya. Khususnya pada pemimpin pemerintahan tersebut. Masa reformasi
adalah masa setelah Orde Baru, yang dipimpin oleh Soeharto. Jadi, yang paling
terlihat dari awal reformasi adalah penurunan Soeharto dari jabatannya sebagai
Presiden RI ke-2 setelah 38 tahun beliau menjabat. Reformasi sukses terjadi
akibat desakan mahasiswa-mahasiswa yang melakukan demonstrasi besar-besaran.
Mereka juga mengeluarkan tuntutan atas reformasi atau lebih dikenal dengan 6
tuntutan reformasi :
1. Penegakan supremasi hukum
2. Pemberantasan KKN
3. Pengadilan mantan Presiden
Soeharto dan kroninya
4. Amandemen konstitusi
5. Pencabutan dwifungsi TNI/Polri
6. Pemberian otonomi daerah
seluas- luasnya.
Lalu,
mengapa reformasi ? Mengapa tidak revolusi ? Karena, setelah dilengserkannya
Soeharto, Indonesia tidak mengganti ideologi, bentuk pemerintahan, bahkan sistem
pemerintahannya pun tetap sama. Indonesia tetap menganut ideologi pancasila,
bentuk negara republik, bentuk pemerintahan demokrasi, dan sistem
pemerintahannya presidensial. Artinya, hal-hal tersebut tidak membutuhkan
perubahan. Yang perlu dilakukan Indonesia dengan me-reformasi dirinya adalah
memperbaiki hal-hal yang telah berlangsung. Contohnya sistem, sistemnya sudah
pas, hanya saja, pelaksanaannya butuh perbaikan. Jika melihat Orde Baru, erat
dengan pemerintahan yang terkenal dengan KKN-nya. Oleh karena itu, pada awal
reformasi diadakan pemilu untuk mengganti pemerintah yang dibentuk di masa Orde
Baru. Harapannya, pemerintah selanjutnya tidak lagi mewarisi penyakit KKN
tersebut. Berbeda dengan revolusi, revolusi berarti perubahan yang lebih jauh,
bisa sampai pada perubahan ideologi. Namun, jika dilihat dari segi historis,
sulit bagi Indonesia untuk melakukan revolusi karena besarnya perjuangan yang
telah dilalui Indonesia untuk memperoleh segala identitas yang melekat saat
ini. Sedangkan restorasi, perubahan yang cakupannya lebih luas dari reformasi
bahkan revolusi. Sepanjang sejarah dunia, hanya Jepang yang pernah mencatat
restorasi dalam sejarahnya.
·
Dampak positif dan negatif
Dampak
positif
Tentu saja ada alasan mengapa
dilakukan reformasi. Dan alasan tersebut akan lebih condong pada sisi positif
karena reformasi adalah sebuah hal yang begitu diperjuangkan oleh banyak orang
agar dapat terlaksana.
-
Pemilu yang kembali pada hakikatnya
Mengapa
rakyat begitu mendambakan turunnya Soeharto dari jabatannya ? Tentu karena ada
sesuatu yang salah di mata rakyat dalam pemerintahan Soeharto. Tidak masalah
seseorang memimpin begitu lama jika ia memimpin dengan baik.
Kembali ke
masa Orde Baru. Masa Orde Baru, Soeharto yang merupakan presiden sangatlah
berkuasa. Kaki tangannya mencengkram seluruh penjuru negeri. Demokrasi hanyalah
nama yang tergantung jauh di awang-awang. Sulit bahkan tak dapat digapai oleh
rakyat. Enam kali pemilu selalu dimenangkan oleh Golkar, partai pengusung
Soeharto. Dengan rakyat Indonesia yang sangat banyak dan didukung kebhinekaan
yang tinggi, agaknya mustahil mendapatkan hasil pemilu murni yang memenangkan
partai yang sama dalam enam kali pemilu dengan presentase kemenangan yang
terlalu tinggi. Dan memang pada kenyataannya, banyak hal-hal yang melanggar
hakikat pemilu sebenarnya yang terjadi pada pemilu-pemilu di zaman Orde Baru.
PNS salah satunya, mereka diarahkan untuk memilih Golkar dengan ancaman
pemberhentian jika tidak berlaku sesuai arahan. Kampanye Golkar pun terlalu
dibuat-buat dan memang sangat meriah dibandingkan partai-partai yang lain (dua
partai lain).
Berbeda
dengan pemilu yang dilaksanakan oleh Pak Habibie di masa reformasi. Pemilu
tahun 1999 tersebut dinilai sebagai pemilu terbaik kedua setelah pemilu pertama
di tahun 1959. Pemilu yang biasanya hanya diikuti oleh 3 partai saat itu
diikuti oleh 48 partai. Hasil Pemilu 1999 memperlihatkan Kekalahan Golkar yang
selalu menjadi kekuatan mayoritas mutlak selama pemilu-pemilu di bawah rezim
Orde Baru. Pada Pemilu 1999 Golkar hanya meraih suara sekitar 22%, padahal
dalam pemilu terakhir Orde Baru (1997), partai berlambang pohon beringin ini
meraih suara sekitar 76 persen. Kemerosotan terbesar Golkar terjadi terutama di
daerah-daerah pemilihan di Jawa dan Bali. Hasil utama Pemilu 1999 itulah yang
menunjukan adanya perubahan komposisi politik yang cukup fundamental
kepolitikan Indonesia pasca reformasi, terutama dengan memunculkan partai
produk reformasi seperti PDIP. Berikut hasil pemilu tahun 1999 :
NO
|
NAMA PARTAI
|
Suara Nasional
|
Prosentase
|
Jmlh Kursi
|
1
|
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
|
35.689.073
|
33,74 %
|
153
|
2
|
Partai Golongan Karya
|
23.741.749
|
22,44 %
|
120
|
5
|
Partai Persatuan Pembanguanan
|
11.329.905
|
10,71 %
|
58
|
4
|
Partai Kebangkitan Bangsa
|
13.336.982
|
12,61 %
|
51
|
5
|
Partai Amanat Naional
|
7.528.956
|
7,12
|
34
|
Bandingkan dengan hasil pemiu terakhir masa
Orde Baru :
No Urut
|
Nama Partai
|
Jumlah Suara
|
Jumlah Kursi
|
1.
|
Partai Persatuan
Pembangunan
|
25340028
|
89
|
2.
|
Partai Golongan Karya
|
84187907
|
325
|
3.
|
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA
|
3463225
|
11
|
Terlihat
perbedaan yang mencolok dalam hal jumlah perolehan suara.
Berikut
beberapa perbedaan pemilu tahun 1999 dengan pemilu masa Orde Baru :
1. Pemilu tidak lagi diselenggarakan
secara monopolistik oleh pemerintah, tetapi oleh wakil pemerintah bersama-sama
dengan wakil partai politik peserta pemilu dalam posisi yang setara dan suara
yang berimbang mulai dari Pusat sampai Tempat Pemungutan Suara (TPS).
2. Mulai adanya
kenetralan di pemilu 1999. Kendati pasal tentang netralitas pegaiwai negri
dikeuarkan dari UU Kepartaian, netralitas pegawai negeri tetap dijamin dengan
Peratutran Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 12
Tahun 1999. Dengan tidak menjadi anggota atau pengurus suatu partai politik,
pegawai negeri dituntut untuk bertindak netral dan tidak memihak.
3. UU Pemilu dan UU
Kepartaian telah mengatur siapa saja yang dapat member sumbangan, beberapa
jumlah minimal yang harus dilaporkan, berapa jmlah maksimal, dan bagaimana
mekanisme audit dan pertangungjawaban sehingga hal itu dianggap dapat
mengendalikan politik uang.
4. Kalau dimasa lalu
pengawasan hanya dilakukan oleh Panitia pelaksana, maka dalam Pemilu 1999 tidak
hanya keanggotaan Panitia Pelaksana, tetapi pengawasan juga dilakukan oleh
kalangan masyarakat domestik dan internasional.
-
Kebebasan Pers
Selama pemerintahan Orde Baru,
pers benar-benar dibungkam. Apalagi jika menyangkut keburukan pemerintah.
Padahal, kebebasan pers masuk ke dalam hak asasi manusia, yaitu hak
menyampaikan pendapat yang diatur dalam UUD. Di masa Orde Baru, tidak hanya
pers, orang –orang yang menjadi lawan politik Soeharto atau berpotensi
mengancam pemerintah Soeharto sering didapati hilang secara misterius.
Oleh karena itu, di awal
reformasi, presiden pengganti Soeharto, Habibie, membuka kebebasan pers yang
sebesar-besarnya sebagai hasil pemikirannya sebagai seorang intelektual.
Buku-buku yang sempat dilarang terbit kembali mendapatkan haknya untuk
diterbitkan. Rakyat pun mendapatkan kebebasan untuk menyampaikan aspirasinya.
Itulah yang paling dapat dirasakan sebagai peralihan Orde Baru ke Reformasi. Bukti
terbukanya ruang untuk berpendapat yang lebih luas adalah dengan adanya
kebijakan pemerintah yang memberikan ruang gerak yang lebih luas terhadap
hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik secara lisan ataupun
tertulis telah sesuai dengan UUD 1945 pasal 28.
-
Pemerintahan yang lebih demokratis
Dimulai
dengan terbentukya DPR dan MPR hasil pemilu 1999, memilih presiden dan wakil
presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi lainnya. Masa reformasi
bertujuan untuk membangun kehidupan yang demokratis. Hal ini dibuktikan dengan
dikeluarkannya sejumlah ketetapan MPR berikut.
1.
Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/1998 tentang
Pencabutan Referendum.
2.
Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang
Pokok-Pokok Reformasi.
3.
Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
4.
Ketetapan MPR RI No. XIII tentang Pembatasan
Masa Jabatan Presiden
5.
Amandemen UUD 1945 (I-IV) dan pelaksanaan
pemilu.
Sehingga,
pemerintahan yang berjalan mengandung hal-hal penting berikut :
1.
Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang
bersih dan berwibawa serta bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkannya
Ketetapan PR No. IX/MPR/1998 yang ditidaklajuti dengan UU Nomor 30/2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2.
Lembaga MPR telah berani mengambil
langkah-langkah plitis melalui sidang tahunan yang menuntut adanya laporan
pertanggungjawaban tugas lembaga negara, UUD 1945 diamandemen, pimpinan MPR/DPR
dipisahkan jabatannya, dan berani memecat presiden melalui mekanise Sidang
Istimewa.
3.
Melalui amandemen UUD 1945, masa jabatan
presiden dibatasi hanya dua kali masa jabatan.
-
Pada masa pemerintahan Presiden Habibie telah
diusahakan langkah-langkah dalam memperbaiki perekonomian, seperti merekapitulasi
perbankan, merekonstruksi perekonomian nasional, melikuidasi beberapa bank
bermasalah, menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga di bawah
Rp10.00, dan mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan oleh IMF
-
Pada masa pemerintahan K.H Abdurrahman Wahid,
yang menonjol adalah pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang
berisi tentang larangan kepada etnis Tiongkok untuk merayakan agama dan adat
istiadat di depan umum dan hanya boleh dilakukan di depan keluarga.
-
Pada masa pemerintahan Megawati diterbitkan
dua undang-undang penting yang mengatur fungsi serta kewenangan TNI dan Polri
yang terpisah, Republik Indonesia dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia.
Dampak
Negatif
-
Munculnya kritik yang tidak beretika
Dengan
adanya kebebasan berpendapat yang seluas-luasnya, setiap orang jadi berhak
memberikan kritikan. Namun, terkadang kritik yang ada tidak lagi memperhatikan
nilai-nilai etika dan lebih mementingkan emosi yang tidak terkontrol.
-
Suara terbanyak belum tentu suara terbaik
Suara
rakyat yang diwakilkan oleh para wakil rakyat terkadang tidak benar-benar
mementingkan kepentingan rakyat.
-
Tidak adanya komando satu arah yang kuat
terkadang justru membuat hal-hal sulit untuk dikendalikan sehingga terjadi
hal-hal buruk yang berada di luar kendali.
Sumber :
Strange "water hack" burns 2lbs overnight
BalasHapusMore than 160 000 women and men are utilizing a simple and secret "liquid hack" to burn 1-2lbs each night in their sleep.
It's painless and it works on everybody.
You can do it yourself by following these easy steps:
1) Go grab a glass and fill it up with water half glass
2) And then follow this awesome HACK
so you'll become 1-2lbs thinner the very next day!