YOS SUDARSO, GUGUR DEMI MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Yos Sudarso |
Mengapa saya memilih Yos Suadarso ? Hmmm..., kenapa ya ? Coba kalian pikirkan. Betapa hebatnya seorang pahlawan yang gugur dalam menjalankan tugasnya. Betapa heroiknya ia. Apalagi gugur dalam keadaan yang mengenaskan. Disaat jasad menjadi tak lagi penting. Hanya pengorbanan dan kebahagiaan rakyatlah yang ada di benak mereka. Dan, secara pribadi saya sangat menyukai laut dan udara, dan gugur di kedua tempat tersebut merupakan sebuah kehormatan yang sangat besar. Oleh karena itu, saya memilih Yos Sudarso untuk menjadi tokoh yang akan saya bahas.
Yos Sudarso, nama yang sering muncul ketika kita membahas
usaha pembebasan Irian Barat. Siapakah ia ? Yuk, kita kenalan lebih lanjut…
Jadi, Yos Sudarso adalah salah satu pahlawan yang berjuang
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Apa yang telah ia lakukan ? Ia adalah
salah satu orang yang berjuang untuk membebaskan Irian Barat dari penjajahan
Belanda. Sungguh mulia bukan ? Ketika Negara kita telah merdeka, ternyata masih
ada sebuah tempat bernama Irian Barat yang masih dibelenggu oleh penjajah. Nah,
sebagai rakyat Indonesia yang peduli, Yos Sudarso rela berkorban untuk
membebaskan wilayah tersebut. Karena, Indonesia merdeka untuk seluruh rakyat
dan wilayah Indonesia. Kita tidak pantas menikmati kemerdekaan disaat masih ada
saudara-saudara kita yang belum merdeka. Karena, perjuangan memerdekakan
Indonesia dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia di seluruh tempat yang
diklaim sebagai Indonesia kini.
Sebelum berbicara mengenai perjuangannya, yuk kita mengenal
terlebih dahulu pribadi Yos Sudarso ini. Jadi, Yos Sudarso lahir di Salatiga,
jawa Tengah pada tanggal 24 November 1925. Artinya, ia masih berusia 20 tahun
saat Indonesia merdeka. Kemudian, ia meninggal di usia muda, yaitu 36 tahun,
pada tanggal 15 Januari 1962 di Laut Aru saat sedang berjuang, tepatnya di atas
KRI macan tutul. Ia menganut agama Kristen. Yos Sudarso menyelesaikan
pendidikannya di HIS Salatiga dan melanjutkan dengan bersekolah di sekolah duru
di daerah Muntilan. Akan tetapi, ia berhenti saat Jepang dayang dan menjajah
Indonesia. Lalu Yos pindah ke sekolah tinggi pelayaran di Semarang dan ikut
pendidikan opsir di Giyu Usamu Butai, sebagai salah satu lulusan terbaik. Ia
lalu bekerja sebagai mualim kapal milik Jepang. Setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia usai, ia masuk di BKR Laut yang kini dikenal sebagai TNI Laut. Ia
juga terlibat dalam opersai militer antarpulau di Maluku yang tugasnya
memberika informasi mengenai kemerdekaan Indonesia di bagian Indonesia Timur yang
masih dijajah Belanda. Wah, berarti rakyat Indonesia Timur harus berterima
kasih kepada Yos Sudarso dan teman-temannya. Bisa jadi, tanpa ada mereka,
rakyat Indonesia Timur akan kudet mengenai
momen proklamasi yang merupakan pucak perjuangan rakyat Indonesia.
Dalam biografinya disebutkan bahwa setelah kedaulatan RI, ia
diangkat menjadi komandan kapal. Lalu, ia diamanahkan memimpin KRI Alu, KRI
Rajawali, KRI Gajah Mada, dan KRI Pattimura. Tahun 1958, ia menjabat sebagai
hakim pengadilan tentara walaupun hanya sekitar 4 bulan. Dalam perjalanan hidupnya,
ia pernah mengintai peribangunan kapal perang antara Indonesia dengan Italia di
Italia.
19 Desember 1961, presiden Soekarno membentuk TRIKORA (Tri
Komando Rakyat) untuk upaya pembebasan Irian Barat yang dijajah oleh Belanda yang
ingkar janji dalam KMB . Presiden Soekarno membentuk sebuah komando mandala
untuk membebaskan Irian Bara t. Sekarang, di Makassar ada Monumen Mandalam yang
di dalamnya terdapat museum yang berisi hal-hal mengenai pembebasan Irian
Barat. Sebagai pemimpin operasi pembebasan, Yos mendapatkan amanah yang sangat
besar. Dalam melaksanakan tugasnya, ia mengadakan patrol di sekitar daerah
perbatasan pada tanggal 15 Januari 1962, tepatnya di Laut Atu dengan 3 kapal
motor jenis torpedo boat. Yaitu KRI macan tutul, KRI harimau, dan KRI macan
kumbang. Padahal saat itu, keikutsertaannya dalam posisi sebagai KSAL masih
dipertanyakan. Karena, seorang Kepala Staff Angkatan Laut tidak lazim langsung
turun dalam medan tempur.
Sayangnya, Belanda telah mengetahui rencana tersebut.
Kemudian, Belanda menyiapkan dan menyiagakan kapal perusak berupa destroyer dan
pesawat pengintai untuk membasmi pasukan Yos. Yos kemudian mengeluarkan
perintah bertempur kepada Belanda. Yos memiliki strategi dengan KRI macan tutul
di bawah pimpinannya dengan berusaha menarik perhatian kapal Bealnda agar kedua
kapal yang lain dapat melarikan diri. Akibatnya, ia tertembak oleh musuh dan
KRI macan tutul tenggelam dengan tragis. Yos Sudarso beserta rekan-rekannya
gugur dan tenggelam bersama awak kapal.
Untuk menghargai jasa-jasanya, ia dianugerahi gelar pahlawan
Pembela Kemerdekaan. Namanya kini diabadikan sebagai nama armada angkatan laut
Indonesia, nama pulau, nama jalan-jalan protocol di kota-kota besar Indonesia,
dan nama sebuah kedai bakso yang cukup lezat.
Ketika ia gugur, ia meninggalkan seorang istri bernama Siti
Kustini. Mereka menikah pada tahun 1955 dan dikaruniai lima orang anak. Namun,
dua diantaranya telah meninggal dunia saat itu.
44 tahun setelah Yos Sudarso meninggal, Siti Kustini
kemudian meninggal. Ia meninggal pada usia 71 tahun tepatnya pada tanggal 2
September 2006 pukul 14.00 di RS Angkatan Laut Dr Mintohardjo., Jakarta akibat
penyakit jantung dan radang paru-paru. Jenazah dimakamkan di TPU Kaliwuluh,
Desa Kaliwuluh, Kecamapat Kebak Kramat, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
setelah sebelumnya diberangkatkan dari Jakarta mnuju Surakarta menggunakan
pesawat TNI AL dari Bandara Halim Perdana Kusuma.
Berikut kisah gugurnya Yos Sudarso
menurut saksi mata yang masih hidup hingga kini…
Pelda pur Andrijan :
Saat itu usianya 24 tahun dan masih
berpangkat KLS laut. Ia bergabung dengan TNI-AL dan harus siap ditempatkan
dimana saja. Saat itu, ABK yang mendapat tugas layar ke Riau mendapat gaji 15
dollar yang pada saat itu terbilang besar.
Saat itu, Andrijan dimutasi ke Jakarta
untuk mengawaki KRI Macan Tutul. KRI Macan Tutul melaju dengan sangat cepat dan
membuat para perwira menengah menolak jika diajak naik kapal tersebut karena
dapat menyebebkan mual. Awalnya, ia mengira kapal yang berlayar dari Jakarta terseut
akan mampir di Surabaya. Namun, dugaannya salah, kapal tersebut tidak berhenti
di Surabaya.
Jadi, ketika kapal tersebut lego di
sekitar Pangkalan Ambon, Asisten operasi Kepala Staf Angkatan Laut Komodor
Yosaphat Soedarso bergabung. Peristiwa tersebut tidak lazim bagi seorang pamen
senior on board. Ketika dua kapal destroyer
Angkatan Laut Belanda menyerang KRI Macan Tutul, kapal berawak 84 orang itu pun
tenggelam. Sebanyak 21 awak kapal gugur di medan perang, termasuk Komodor Yos
Sudarso.
Anehnya, dua kapal perang yang mengiringi di depan dan belakang KRI Macan Tutul, yakni KRI Macan Kumbang (653) dan KRI Harimau (654), bisa selamat setelah lolos dari sergapan kapal Belanda.
"Begitu Pak Yos (Komodor Yos Sudarso) menyerukan pesan terakhir berbunyi "kobarkan semangat pertempuran", beliau tertembak saat masih di dalam ruang kemudi anjungan," ungkap Andrijan. Ketika itu, Andrijan berada di geladak terbuka bagian buritan kapal.
Anehnya, dua kapal perang yang mengiringi di depan dan belakang KRI Macan Tutul, yakni KRI Macan Kumbang (653) dan KRI Harimau (654), bisa selamat setelah lolos dari sergapan kapal Belanda.
"Begitu Pak Yos (Komodor Yos Sudarso) menyerukan pesan terakhir berbunyi "kobarkan semangat pertempuran", beliau tertembak saat masih di dalam ruang kemudi anjungan," ungkap Andrijan. Ketika itu, Andrijan berada di geladak terbuka bagian buritan kapal.
Serangan kapal Belanda
membuat beberapa bagian KRI macan Tutul terbakar dan akhirnya tenggelam pada
dini hari 15 Januari 1962. Dari 84 awak KRI macan Tutul, tidak semuanya
tenggelam bersama kapal perang tersebut. Salah satunya adalah Andrijan.
Bapak tiga anak dan
empat cucu itu bersama 53 kru kapal lainnya mampu bertahan hidup mengapung di
tengah laut. Mereka lalu ditangkap kapal Belanda dan ditahan.
Dalam perkembangannya kala itu, berbagai diplomasi dilakukan pejabat negara untuk membebaskan mereka. Berbagai versi sejarah bermunculan. Tidak sedikit yang menyudutkan kebijakan pengiriman personel ke Papua Barat melalui Kaimana. Beberapa petinggi negara menjadi kambing hitam menyusul tenggelamnya KRI Matjan Tutul. "Sebagai bagian dari saksi hidup di tempat terjadinya peristiwa itu (pertempuran Laut Aru, Red), saya pribadi ingin perjuangan Pak Yos Sudarso difilmkan untuk meluruskan sejarah," ujar Andrijan yang sempat berdinas di KRI Irian dan menjadi staf kompi protokol Armatim. Dia pensiun dari prajurit matra laut pada 1986.
Di antara 53 awak KRI yang selamat ketika itu, berdasar data Pangkalan Utama TNI-AL V Surabaya pada peringatan Hari Dharma Samudra 15 Januari 2014, tersisa lima orang yang masih hidup. Selain Andrijan, ada Peltu (pur) Soeharmadji dan Pelda (pur) Soeparman. Keduanya menikmati hari tua di Singosari, Kabupaten Malang, dan Bunul, Kota Malang.
Dalam perkembangannya kala itu, berbagai diplomasi dilakukan pejabat negara untuk membebaskan mereka. Berbagai versi sejarah bermunculan. Tidak sedikit yang menyudutkan kebijakan pengiriman personel ke Papua Barat melalui Kaimana. Beberapa petinggi negara menjadi kambing hitam menyusul tenggelamnya KRI Matjan Tutul. "Sebagai bagian dari saksi hidup di tempat terjadinya peristiwa itu (pertempuran Laut Aru, Red), saya pribadi ingin perjuangan Pak Yos Sudarso difilmkan untuk meluruskan sejarah," ujar Andrijan yang sempat berdinas di KRI Irian dan menjadi staf kompi protokol Armatim. Dia pensiun dari prajurit matra laut pada 1986.
Di antara 53 awak KRI yang selamat ketika itu, berdasar data Pangkalan Utama TNI-AL V Surabaya pada peringatan Hari Dharma Samudra 15 Januari 2014, tersisa lima orang yang masih hidup. Selain Andrijan, ada Peltu (pur) Soeharmadji dan Pelda (pur) Soeparman. Keduanya menikmati hari tua di Singosari, Kabupaten Malang, dan Bunul, Kota Malang.
Soejono :
Soejono ikut wajib
militer di Surabaya pada tahun 1960 dan diterima di Angkatan Laut. Lalu,
setelah menjalani berbagai tes dan penilaian, ia diterima menjadi juru mesih
dan ditempatkan di KRI Macan Tutul. Soejono merupakan salah satu orang yang
selamat dalam pertempuran laut Aru tersebutnamun menyesal dengan selamatnya
itu.
Pak
Soejono mulai bercerita. Malam itu dia tidak memiliki firasat apa-apa. Seperti
biasa ia hanya bertugas mengurus mesin kapal agar berfungsi dengan optimal.
Kapal baru dibeli dari Jerman itu memang tidak mengalami kendala teknis
seperti yang terjadi pada KRI Singa yang urung beroperasi akibat kesalahan
teknis. Tapi pada misi rahasia ini dia dituntut memberi jaminan mesin kapal
dalam posisi baik.
Dia
mengatakan ketika kapalnya berada di sebuah kordinat sekitar Laut Aru, tiba
tiba dia mendenngar suara menggelegar di buritan kapal yang membuat kapal itu
bergoyang dan oleng. Sejenak kemudian kapal itu mulai terangkat haluannya.
Seluruh ABK panik dan berlarian mengambil posisi masing-masing.
Komodor
Yos Sudarso dan Kapten Kapal memilih bertahan di dalam ruang kemudi. Mereka
mengikat dirinya pada kemudi kapal bersama dengan surat-surat penting yang
dapat mereka raih. Dalam hitungan menit, kapal itu seperti mundur dan mulai
tersedot oleh laut. Dalam keadaan cuaca malam dan hujan satu persatu anak buah
kapal perang itu lompat jumpalitan ke laut.
Suara teriakan ABK pun kemudian senyap hilang
ditelan arus samudra Arafura yang terkenal dalam dan angker itu. KRI Macan
Tutul lennyap seketika tanpa bekas ke dasar samudra membawa seluruh isinya
selamanya.
Pak Soejono bersama dua orang rekannya (dia
masih ingat namanya Prada Lucas dan Pratu Herman) berpegangan erat pada benda
yang mereka bawa saat mencebur ke laut. Mereka mengikatkan tubuh mereka
masing-masing pada benda itu sehingga tetap mengapung meskipun dalam keadaan
lelah. Tidak disebutkan benada apakah itu, yang jelas mampu mengapungkan mereka
bertiga pada malam itu hingga beberapa hari berikutnya.
Pada hari ke dua, cuca mendung, badan mereka
yang terus menerus basah membuat lapar dan haus tiada tara. Menjelang sore,
prada Lucas meninggal dunia akibat kelaparan dan shock. Mereka berdua terpaksa
melepaskan prada Lucas dari ikatannya ke laut. Mereka putuskan tidak membawa
prada Lucas yang telah menjadi mayat karena akan menganggu keselamatan mereka.
Dengan rasa sedih yang tidak terkira, mereka
memandangi temannya itu mengapung sebelum akhirnya tenggelam dan hilang dari
pandangan mereka berdua. Hanya doa mereka panjatkan kepada sang Pencipta
mengiringi kepergian teman mereka tanpa tembakan salvo kehormatan dan tanpa
upacara apapun.
Memasuki
hari ke lima, giliran pratu Herman yang meninggal setelah tidak mampu lagi
menahan lapar dan kelehan serta kedinginan yang amat sangat. Sekali lagi, kini
pak Soejono yang harus melepas sendiri ikatan pratu Herman.
Kesedihannya kali ini hampir membuatnya putus
asa, rasanya ia ingin ikut serta karena tidak mengetahui sampai kapan menemukan
harapan untuk hidup. Ia merasakan penderitaan yang tidak bertepi, tak ada
tanda-tanda adanya bala bantuan padanya untuk kembali hidup.
Hari ke
Enam, ia mulai makan baju kaos oblongnya sendiri. Hanya itulah makanan yang dia
punya. Minum air laut dan mengadahkan wajah ke langit saat hujan datang
menerpa. Kondisi berlarut seperti itu tidak mampu mengobati lagi kekuatan hati
dan fisiknya untuk bersikap normal. Akhirnya ia pingsan tidak
sadarkan diri.
Ketika
ia terbangun, dia menemukan dirinya sudah terdampar di ujung pulau Sulawesi,
tepatnya di daerah Lokon Kabupaten Minahasa Manado, Sulut. Dia ternyata
diselamatkan oleh nelayan yang melihatnya mengapung di dekat pantai. Nelayan
itu lalu membawanya ke rumah mereka dan merawat pak Soejono selama 10 hari
sampai sehat dan kuat kembali.
Ketika
dia sudah sehat dan kuat ingatannya barulah dia sadar ternyata dia bertahan
hidup di laut dalam keadaan tak ada harapan untuk hidup selama seminggu
lamanya, tapi ternyata Tuhan maha penasih dan penyayang memberi takdir lain
sehingga pak Soejono diberi panjang usianya sampai kini.
Source :
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/1773-gugur-di-atas-kri-macan-tutul
http://www.jpnn.com/read/2014/02/01/214199/Ingin-Perjuangan-Yos-Sudarso-Difilmkan-untuk-Luruskan-Sejarah-/page2
http://www.kompasiana.com/abanggeutanyo/saksi-hidup-kri-macan-tutul-bercerita-heroisme_550174d1a333110d1751130c
http://www.jpnn.com/read/2014/02/01/214199/Ingin-Perjuangan-Yos-Sudarso-Difilmkan-untuk-Luruskan-Sejarah-/page2
http://www.kompasiana.com/abanggeutanyo/saksi-hidup-kri-macan-tutul-bercerita-heroisme_550174d1a333110d1751130c
Tidak ada komentar:
Posting Komentar