Latest News

Senin, 07 November 2016

Reformasi



Reformasi
·                     Pengertian
                Kata reformasi pasti sudah tidak asing lagi di telinga kita. Bagaimana tidak ? Sekarang kita sedang berada di masa reformasi. Sebenarnya, apa sih arti reformasi ?
                Menurut kbbi, reformasi adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara. Mengapa reformasi ? Mengapa tidak revolusi ? Atau bahkan restorasi ? Berikut penjelasannya.....
                Reformasi, dari kata-kata yang menyusunnya, re-yang artinya kembali, form-yang artinya bentuk. Dapat kita artikan sebagai pembentukan kembali. Apa yang kembali dibentuk ? Pada kasus NKRI, yang menjadi objek reformasi adalah pemerintahannya. Khususnya pada pemimpin pemerintahan tersebut. Masa reformasi adalah masa setelah Orde Baru, yang dipimpin oleh Soeharto. Jadi, yang paling terlihat dari awal reformasi adalah penurunan Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden RI ke-2 setelah 38 tahun beliau menjabat. Reformasi sukses terjadi akibat desakan mahasiswa-mahasiswa yang melakukan demonstrasi besar-besaran. Mereka juga mengeluarkan tuntutan atas reformasi atau lebih dikenal dengan 6 tuntutan reformasi :
1. Penegakan supremasi hukum
2. Pemberantasan KKN
3. Pengadilan mantan Presiden Soeharto dan kroninya
4. Amandemen konstitusi
5. Pencabutan dwifungsi TNI/Polri
6. Pemberian otonomi daerah seluas- luasnya.

Lalu, mengapa reformasi ? Mengapa tidak revolusi ? Karena, setelah dilengserkannya Soeharto, Indonesia tidak mengganti ideologi, bentuk pemerintahan, bahkan sistem pemerintahannya pun tetap sama. Indonesia tetap menganut ideologi pancasila, bentuk negara republik, bentuk pemerintahan demokrasi, dan sistem pemerintahannya presidensial. Artinya, hal-hal tersebut tidak membutuhkan perubahan. Yang perlu dilakukan Indonesia dengan me-reformasi dirinya adalah memperbaiki hal-hal yang telah berlangsung. Contohnya sistem, sistemnya sudah pas, hanya saja, pelaksanaannya butuh perbaikan. Jika melihat Orde Baru, erat dengan pemerintahan yang terkenal dengan KKN-nya. Oleh karena itu, pada awal reformasi diadakan pemilu untuk mengganti pemerintah yang dibentuk di masa Orde Baru. Harapannya, pemerintah selanjutnya tidak lagi mewarisi penyakit KKN tersebut. Berbeda dengan revolusi, revolusi berarti perubahan yang lebih jauh, bisa sampai pada perubahan ideologi. Namun, jika dilihat dari segi historis, sulit bagi Indonesia untuk melakukan revolusi karena besarnya perjuangan yang telah dilalui Indonesia untuk memperoleh segala identitas yang melekat saat ini. Sedangkan restorasi, perubahan yang cakupannya lebih luas dari reformasi bahkan revolusi. Sepanjang sejarah dunia, hanya Jepang yang pernah mencatat restorasi dalam sejarahnya.
·                     Dampak positif dan negatif
Dampak positif
                Tentu saja ada alasan mengapa dilakukan reformasi. Dan alasan tersebut akan lebih condong pada sisi positif karena reformasi adalah sebuah hal yang begitu diperjuangkan oleh banyak orang agar dapat terlaksana.
-       Pemilu yang kembali pada hakikatnya
Mengapa rakyat begitu mendambakan turunnya Soeharto dari jabatannya ? Tentu karena ada sesuatu yang salah di mata rakyat dalam pemerintahan Soeharto. Tidak masalah seseorang memimpin begitu lama jika ia memimpin dengan baik.
Kembali ke masa Orde Baru. Masa Orde Baru, Soeharto yang merupakan presiden sangatlah berkuasa. Kaki tangannya mencengkram seluruh penjuru negeri. Demokrasi hanyalah nama yang tergantung jauh di awang-awang. Sulit bahkan tak dapat digapai oleh rakyat. Enam kali pemilu selalu dimenangkan oleh Golkar, partai pengusung Soeharto. Dengan rakyat Indonesia yang sangat banyak dan didukung kebhinekaan yang tinggi, agaknya mustahil mendapatkan hasil pemilu murni yang memenangkan partai yang sama dalam enam kali pemilu dengan presentase kemenangan yang terlalu tinggi. Dan memang pada kenyataannya, banyak hal-hal yang melanggar hakikat pemilu sebenarnya yang terjadi pada pemilu-pemilu di zaman Orde Baru. PNS salah satunya, mereka diarahkan untuk memilih Golkar dengan ancaman pemberhentian jika tidak berlaku sesuai arahan. Kampanye Golkar pun terlalu dibuat-buat dan memang sangat meriah dibandingkan partai-partai yang lain (dua partai lain).
Berbeda dengan pemilu yang dilaksanakan oleh Pak Habibie di masa reformasi. Pemilu tahun 1999 tersebut dinilai sebagai pemilu terbaik kedua setelah pemilu pertama di tahun 1959. Pemilu yang biasanya hanya diikuti oleh 3 partai saat itu diikuti oleh 48 partai. Hasil Pemilu 1999 memperlihatkan Kekalahan Golkar yang selalu menjadi kekuatan mayoritas mutlak selama pemilu-pemilu di bawah rezim Orde Baru. Pada Pemilu 1999 Golkar hanya meraih suara sekitar 22%, padahal dalam pemilu terakhir Orde Baru (1997), partai berlambang pohon beringin ini meraih suara sekitar 76 persen. Kemerosotan terbesar Golkar terjadi terutama di daerah-daerah pemilihan di Jawa dan Bali. Hasil utama Pemilu 1999 itulah yang menunjukan adanya perubahan komposisi politik yang cukup fundamental kepolitikan Indonesia pasca reformasi, terutama dengan memunculkan partai produk reformasi seperti PDIP. Berikut hasil pemilu tahun 1999 :
NO
NAMA PARTAI
Suara Nasional
Prosentase
Jmlh Kursi
1
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
35.689.073
33,74 %
153
2
Partai Golongan Karya
23.741.749
22,44 %
120
5
Partai Persatuan Pembanguanan
11.329.905
10,71 %
58
4
Partai Kebangkitan Bangsa
13.336.982
12,61 %
51
5
Partai Amanat Naional
7.528.956
7,12
34
 Bandingkan dengan hasil pemiu terakhir masa Orde Baru :
No Urut
Nama Partai
Jumlah Suara
Jumlah Kursi
1.
Partai Persatuan Pembangunan
25340028
89
2.
Partai Golongan Karya
84187907
325
3.
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA
3463225
11
Terlihat perbedaan yang mencolok dalam hal jumlah perolehan suara.  
Berikut beberapa perbedaan pemilu tahun 1999 dengan pemilu masa Orde Baru :
1.      Pemilu tidak lagi diselenggarakan secara monopolistik oleh pemerintah, tetapi oleh wakil pemerintah bersama-sama dengan wakil partai politik peserta pemilu dalam posisi yang setara dan suara yang berimbang mulai dari Pusat sampai Tempat Pemungutan Suara (TPS).
2.      Mulai adanya kenetralan di pemilu 1999. Kendati pasal tentang netralitas pegaiwai negri dikeuarkan dari UU Kepartaian, netralitas pegawai negeri tetap dijamin dengan Peratutran Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 12 Tahun 1999. Dengan tidak menjadi anggota atau pengurus suatu partai politik, pegawai negeri dituntut untuk bertindak netral dan tidak memihak.
3.      UU Pemilu dan UU Kepartaian telah mengatur siapa saja yang dapat member sumbangan, beberapa jumlah minimal yang harus dilaporkan, berapa jmlah maksimal, dan bagaimana mekanisme audit dan pertangungjawaban sehingga hal itu dianggap dapat mengendalikan politik uang.
4.      Kalau dimasa lalu pengawasan hanya dilakukan oleh Panitia pelaksana, maka dalam Pemilu 1999 tidak hanya keanggotaan Panitia Pelaksana, tetapi pengawasan juga dilakukan oleh kalangan masyarakat domestik dan internasional.

- Kebebasan Pers
                Selama pemerintahan Orde Baru, pers benar-benar dibungkam. Apalagi jika menyangkut keburukan pemerintah. Padahal, kebebasan pers masuk ke dalam hak asasi manusia, yaitu hak menyampaikan pendapat yang diatur dalam UUD. Di masa Orde Baru, tidak hanya pers, orang –orang yang menjadi lawan politik Soeharto atau berpotensi mengancam pemerintah Soeharto sering didapati hilang secara misterius.
                Oleh karena itu, di awal reformasi, presiden pengganti Soeharto, Habibie, membuka kebebasan pers yang sebesar-besarnya sebagai hasil pemikirannya sebagai seorang intelektual. Buku-buku yang sempat dilarang terbit kembali mendapatkan haknya untuk diterbitkan. Rakyat pun mendapatkan kebebasan untuk menyampaikan aspirasinya. Itulah yang paling dapat dirasakan sebagai peralihan Orde Baru ke Reformasi. Bukti terbukanya ruang untuk berpendapat yang lebih luas adalah dengan adanya kebijakan pemerintah yang memberikan ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik secara lisan ataupun tertulis telah sesuai dengan UUD 1945 pasal 28.
-          Pemerintahan yang lebih demokratis
Dimulai dengan terbentukya DPR dan MPR hasil pemilu 1999, memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi lainnya. Masa reformasi bertujuan untuk membangun kehidupan yang demokratis. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya sejumlah ketetapan MPR berikut.
1.       Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum.
2.       Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi.
3.       Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
4.       Ketetapan MPR RI No. XIII tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden
5.       Amandemen UUD 1945 (I-IV) dan pelaksanaan pemilu.
Sehingga, pemerintahan yang berjalan mengandung hal-hal penting berikut :
1.       Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkannya Ketetapan PR No. IX/MPR/1998 yang ditidaklajuti dengan UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2.       Lembaga MPR telah berani mengambil langkah-langkah plitis melalui sidang tahunan yang menuntut adanya laporan pertanggungjawaban tugas lembaga negara, UUD 1945 diamandemen, pimpinan MPR/DPR dipisahkan jabatannya, dan berani memecat presiden melalui mekanise Sidang Istimewa.
3.       Melalui amandemen UUD 1945, masa jabatan presiden dibatasi hanya dua kali masa jabatan.
-       Pada masa pemerintahan Presiden Habibie telah diusahakan langkah-langkah dalam memperbaiki perekonomian, seperti merekapitulasi perbankan, merekonstruksi perekonomian nasional, melikuidasi beberapa bank bermasalah, menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga di bawah Rp10.00, dan mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan oleh IMF
-       Pada masa pemerintahan K.H Abdurrahman Wahid, yang menonjol adalah pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang berisi tentang larangan kepada etnis Tiongkok untuk merayakan agama dan adat istiadat di depan umum dan hanya boleh dilakukan di depan keluarga.
-       Pada masa pemerintahan Megawati diterbitkan dua undang-undang penting yang mengatur fungsi serta kewenangan TNI dan Polri yang terpisah, Republik Indonesia dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Dampak Negatif
-       Munculnya kritik yang tidak beretika
Dengan adanya kebebasan berpendapat yang seluas-luasnya, setiap orang jadi berhak memberikan kritikan. Namun, terkadang kritik yang ada tidak lagi memperhatikan nilai-nilai etika dan lebih mementingkan emosi yang tidak terkontrol.
-       Suara terbanyak belum tentu suara terbaik
Suara rakyat yang diwakilkan oleh para wakil rakyat terkadang tidak benar-benar mementingkan kepentingan rakyat.
-       Tidak adanya komando satu arah yang kuat terkadang justru membuat hal-hal sulit untuk dikendalikan sehingga terjadi hal-hal buruk yang berada di luar kendali.
Sumber :

1 komentar:

  1. Strange "water hack" burns 2lbs overnight

    More than 160 000 women and men are utilizing a simple and secret "liquid hack" to burn 1-2lbs each night in their sleep.

    It's painless and it works on everybody.

    You can do it yourself by following these easy steps:

    1) Go grab a glass and fill it up with water half glass

    2) And then follow this awesome HACK

    so you'll become 1-2lbs thinner the very next day!

    BalasHapus

Recent Post