Latest News

Jumat, 12 Februari 2016

BUKTI BUKTI PENINGGALAN DAN KEBUDAYAAN HINDU BUDDHA DI INDONESIA

Bukti-Bukti Peninggalan dan Kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia

Setelah sejarah muncul dan masuknya agama hindu buddha ke Indonesia, sekarang kita akan membahas mengenai bukti-bukti peninggalan dan kebudayaan Hindu Buddha.
Keberadaan sesuatu di suatu tempat pada masa lampau dapat diketahui jika terdapat bukti-bukti yang menjelaskan keberadaan hal-hal tersebut. Sama halnya dengan masa Hindu Buddha, yang ternyata pernah dialami oleh Indonesia. Saat itu, agama Hindu Buddha merupakan agama yang mendominasi. Mungkin, jika kita mengatakan hal tersebut tanpa bukti, pasti orang-orang akan mempertanyakan kebenaran hal tersebut. 
Agama Hindu masuk ke Indonesia sekitar abad ke-1 Masehi yang kemudian disusul oleh agama Buddha pada tahun ke-5 Masehi. Kedua agama tersebut kemudian berkembang dan banyak dianut oleh penduduk Indonesia saat itu. Sistem pemerintahan yang berlaku di zaman itu adalah kerajaan. Sehingga banyak berdiri kerjaaan-kerajaan bercorak Hindu Buddha. Dengan adanya kerajaan tersebut, terciptalah suatu sistem kemasyarakatan yang tentunya memiliki ciri khas di setiap kerajaan. Dimanapun ia berada, manusia cenderung menciptakan suatu karya, walaupun itu hanya sekadar bangunan yang memang merupakan hal pokok yang dibutuhkan. Begitu juga pada masa Hindu Buddha, orang-orang membuat benda-benda dan bangunan sesuai dengan kebutuhan mereka. Selain itu, kehidupan masyarakat di suatu periode pasti memiliki kegiatan ataupun kebiasaan yang akhirnya menjadi ciri khas mereka. Hal tersebut biasa kita kenal dengan budaya. Menurut kbbi, budaya adalah...... . Suatu kebudayaan di masa lampau dapat kita ketahui mengenai peninggalan-peninggalan yang diciptakan oleh budaya tersebut dan masih bertahan hingga masa kini sehingga orang-orang di zaman sekarang dapat mengetahuinya.
Berikut beberapa bukti-bukti peninggalan dan kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia......

v  Bukti-Bukti Peninggalan

Kehidupan Hindu Buddha ternyata memberi pengaruh besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia di masa lampau. Hal ini tampak di kehidupan masyarakat Indonesia yang dapat kita lihat hingga saat ini yang berupa peninggalan-peninggalan, baik yang bersifat fisik (material) maupun yang bersidat non-fisik (abstrak).
Para ahli masih sulit memsatikan mengenai budaya yang duluan masuk ke Indonesia, apakah kebudayaan Hindu atau kebudayaan Buddha. Ada beberapa patung Buddha yang ditemukan oleh para arkeolog dan diperkirakan dibuat sekitar abad ke-2 dan ke-3 M di beberapa wilayah di Indonesia. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian sejarawan F.D.K Bosch yang menyatakan arca Buddha yang ditemukan di Sempaga masuk ke Indonesia dari Amarawati, sebuah daerah di India selatan, pada abad ke-2 atau ke-3 M. Arca Buddha yang terdapat di Bukit Seguntang juga diperkirakan berasal dari abad ke-2 Masehi. Sementara itu, ditemukan juga patung Buddha bergaya Gandhara di Kalimantan Timur.
Berdasarkan bukti-bukti arkeologis tersebut, kebuddayaan agama Buddha lah yang masuk pertama di Indonesia, yaitu sekitar abad ke-2 M. Sedagkan kebudayaan agama Hindu muncul belakangan, yaitu sekitar abad ke-4 M. Hal ini dibuktikan dengan penemuan yupa bercorak Hindu di daerah Kalimantan Timur.
Pengaruh kebudayaan Hindu Buddha berlangsung selama berabad-abad di Indonesia. Tak mengherankan, agama dan kebudayaan Hindu Buddha menjadi bagian dari kehidupan keagamaan dan kebudayaan di Indonesia hingga saat ini, bahkan telah mengakar dan memengaruhi semua sendi kehidupan masyarakat melalui proses asimilasi dan akulturasi.
Hasil dari interaksi asimilasi dan akulturasi tersebut dapat dilihat pada beberapa hal di bawah ini :

o   Aksara dan Bahasa

Masuknya kebudayaan Hindu di Indonesia pada abad ke-1 Masehi memperkenalkan masyarakat Nusantara kepada budaya tulis atau masa aksara. Pada saat itu, budaya tulis yang dibawa menggunakan bahasa Sansekerta dengan huruf Pallawa, yaitu sejenis tulisan yang juga ditemukan di wilayah India bagian selatan. Dengan begitu, masuklah Indonesia pada zaman sejarah atau zaman aksara, yaitu zaman ketika manusia mulai mengenali tulisan. Kemudian, bahasa Sansekerta dengan huruf Pallawa menjadi bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia. Prasasti tertua adalah prasasti Mulawarman yang ditemukan di Kalimantan Timur. Prasasti-prasasti lain pun ditemukan di daerah-daerah lain di Indonesia yang ternyata menggunakan huruf dan bahasa yang sama, yang diduga berasal dari masa Kerajaan Tarumanegara, Sriwijaya, dan Mataram Kuno.
Bahasa Sansekerta kebudian banyak memengaruhi bahasa Kawi (bahasa Jawa Kuno) dan bahasa Melayu Kuno. Bahasa Kawi banyak menyerap kosakata dari bahasa Sansekerta, namun tidak meniru tata bahasanya karena tata bahasa sansekerta sangatlah rumit. Istilah kawi bermakna penyair, dan hasil karya yang dihasilkan penyair isebut dengan kakawin. Sedangkan sebutan Jawa Kuno menunjukkan bahwa bahasa tersebut merupakan bahasa Jawa yang paling tua.
Prof. Dr. P. J Zoetmulder mengatakan bahwa bahasa Jawa Kuno merupakan bahasa yang umum digunakan pada masa pemerintahan Hindu di Jawa sampai kerajaan Majapahit runtuh. Menurut para ahli, setelah kerajaan Majapahit runtuh, orang-orang Majapahit yang tidak ingin menganut agama Islam menyingkirkan diri ke arah Timur, bahkan sampai ke Bali. Orang-orang tersebut pergi dengan membawa naskah dan karya-karya sastra sehingga terjadilah pencampuran antara bahasa Kawi dan bahasa Bali, sehingga lahirlah bahasa Kawi-Bali (bahasa Jawa Tengahan dan atau Bali Tengahan). Di Bali, bahasa ini digunakan dalam naskah tutur, usasda, babad, dan kidung.
Setelah muncul dan berkembangnya Islam di Nusantara, bahasa Jawa Kuno berkembang menjadi bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Jawa modorn. Bahasa Jawa Tengahan ditandai dengan adanya ciri erat antara budaya Hindu-Jawa Bali dengan pengaruh India yang tetap terasa.

o   Sistem Kepercayaan

Di zaman prasejarah, masyarakat Indonesai memilii kepercayaan terhadap roh nenek moyang, yang disebut animisme, dan kepercayaan terhadap adanya kekuatan pada benda-benda tertentu yang disebut dengan dinamisme. Masuknya kebudayaan Hindu-Buddha menciptakan akulturasi, seperti dalam upacara keagamaan atau pemujaan terhadap dewa-dewi di candi, terlihat bahwa ada unsur pemujaan terhadap roh nenek moyang. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya pripih di dalam bangunan candi yang merupakan tempat benda-benda jasmaniah raja yang membangun candi tersebut disimpan. Dengan demikian, candi dianggap sebagai makam atau tempat berdiamnya roh raja. Hal ini memiliki kemiripan dengan fungsi menhir, dolmen, dan punden berundak yang terdapat pada zaman Megalithikum. Di atas pripih biasanya terdapat arca dewa yang merupakan perwujudan dari raja di dalam candi yang dimuliakan. Pada pundak candi terdapat lambang para dewa, biasanya berbentuk teratai pada batu segi empat. Kesimpulannya, upacara keagamaan atau pemujaan terhadap dewa yang ada di candi hakikatnya merupakan pemujaan terhadap roh nenek moyang, dan itu merupakan salah satu hal yang berasal dari pengaruh Hindu Buddha.

o   Kesusastraan

Karya sastra yang terkenal berbentuk epos yang berasal dari India, sepeti kitab Ramayana dan Mahabrata memicu para pujangga Nusantara untuk menghasilkan karya-karya sastra baru. Pada awalnya, para pujangga hanya menyalin karya-karya tersebut. Namun, mereka kemudian berkembang dan mulai menggubahnya secara kreatif dan indah dalam berbagai bentuk kasya sastra. Pembuatan kitab pertama kali dirintis pada masa Dinasti Isyana, tepatnya pada masa pemerintahan Dharmawanga Teguh. Ialah yang mempelopori penggubahan epik Mahabrata ke dalam bahasa Kawi.
Seiring dengan perkembangan zaman, naskah-naskah kuno mulai ditulis sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno, kemudian pada zaman Kerajaan Kediri, an berakhir pada zzaman Majapahit. Di zaman Majapahit, tembang sudah menggunakan bahasa Kawi, yang disebut kakawin dan kidung. Berikut beberapa kasya sastra pada zaman tersebut :


a. Kitab Cilpa Sastra, merupakan peninggalan Kerajaan Syailendra yang berisi dasar-dasar pokok membuat candi.



b. Kitab Arjuna Wiwaha, ditulis oleh Mpu Kanwa pada tahun 1030. Kitab ini merupakan peninggalan dari Kerajaan Kediri yang berisi tentang perjuangan Airlangga dalam mempertahankan Kerajaan Kediri.



c. Kitab Smaradahana dikarang oleh Mpu Darmaja, pada masa pemerintahan Raja Kameswara I, Kediri.



d. Kitab Bharatayuda dikarang oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, pada masa pemerintahan Raja Jayabaya, Kediri.



e. Kitab Krisnayana ditulis oleh Mpu Triyana.



f. Kitab Hariwangsa ditulis oleh Mpu Panuluh.

g. Kitab Negara Kertagama, ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Kitab ini merupakan sumber sejarah Kerajaan Singasari dan Majapahit. Di dalam kitab ini muncul istilah Pancasila. 



h. Kitab Sutasoma, ditulis oleh Mpu Tantular. Kitab ini berisi tentang hukum dan dijadikan dasar hukum di Kerajaan Majapahit. Dalam kitab ini menekankan prinsip keadilan dan tidak membedakan rakyat biasa dengan bangsawan. Jadi siapapun yang melanggar aturan atau undang-undang harus mendapat hukuman yang sesuai. 
i.  Pada masa Mataram Kuno : Ramayana oleh Mppu almiki, Mahabrata oleh Mpu Wiyasa




j.  Pada saat Mataram berada di bawah kekuasaan Mpu Sindok : Sang Hyang Kamahayanikan oleh Mpu Sindok

k.  Pada masa Kerajaan Kediri : Arjunawiwaha oleh Mpu Kanwa, Kresyana oleh Mpu Triguna, Smaradhana oleh Mpi Dharmaja, Barathayuda oleh Mpu Sedah dan Panuluh, dan Gatotkacasnaya oleh Mpu Panuluh

l.  Pada masa Kerajaan Majapahit : Negarakertagama oleh Mpu Prapanca, Sutasoma dan Arjunawijaya oleh Mpu Tantular, dan beberapa kitab lain yang belum diketahui penulisnya seperti Paraton, Tantu Panggelaran, Calon Arang, Sundayana, dan Bubhuksah

o   Sistem Pemerintahan

Kebudayaan Hindu Buddha mengenalkan pada konsep dewa raja pada sistem pemerintahan dengan memosisikan  raja sebagai titisan para dewa. Para ahli beranggapan bahwa konsep dewa raja meupakan hasil proses akulturasi antara Hinduisme dan pemujaan nenek moyang yang sudah lama dianut oleh masyarakat Nusantara pada saat itu.
Dalam bahasa Sansekerta, istilah dewa raja bermakna “raja para dewa” atau “raja yang juga titisan dewa”. Dalam masyarakat Hindu, pemegang kekuasaan tertinggi dapat disandang oleg Siwa, terkadang Wisnu, atau Brahma. Konsep ini memandang bahwa raja atalah dewa yang hidup di atas bumi sebagai titisan dewa tertinggi. Hal ini dapat dilihat dari prasasti-prasasti yang ditemukan di beberapa wilayah di Nusantara yang berasal dari beberapa kerajaan.

a. Prasasti Ciaruteun dari abad ke-5 mengukirkan telapak kaki Raja Purnawarman seperti telapak kaki Dewa Wisnu.

b. Prasasti Kebon Kopi I mengukirkan telapak kaki gajah tunggangan raja sebagai telapak kaki Airawata, gajah tunggangan Dewa Indra.

c. Prasasti Muara Kaman, di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Prasasti ini ditulis sekitar tahun 400 Masehi, berisi tentang sejarah Kerajaan Kutai.

d. Prasasti Canggal tahun 732 M, di dekat Magelang. Berisi tentang Kerajaan Mataram Hindu dengan Raja Sanjaya.

e. Prasasti di Kediri sekitar Sungai Brantas, Jawa Timur, antara lain Prasasti Padlegan, Palah, dan Panumbungan. Prasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Kediri.

f. Prasasti Dinoyo tahun 760 M, dekat Malang. Prasasti ini berisi tentang sebuah kerajaan yang berpusat di Kanyuruhan.

g. Prasasti Kalasan tahun 778 M, dekat Jogjakarta, memuat tentang Kerajaan Mataram Hindu yang dipimpin Raja Rakai Panangkaran.

h. Prasasti Kedu tahun 907 M, berisi tentang Kerajaan Mataram Hindu yang dipimpin Raja Balitung.

i. Prasati Adityawarman, ditemukan di daerah Batusangkar. Prasasti ini memakai bahasa Melayu Kuno bercampur dengan bahasa Sanskerta.

j. Prasasti Mulawarman, ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.



Selain itu, dapat juga dilihat dari Arca dewa di ruangan utama candi yang seringkali merupakan arca perwujudan anumerta sang raja yang digambarkan sebagai dewa tertent yang arwahnya bersatu dengan dewa yang dipuja dan naik ke swargaloka. Berikut contoh-contoh lainnya :

§  Raja Airlangga dari Jawa didharmakan sebagai titisan Wisnu sehingga monumen peringatannya memperlihatkan ia sebagai Wisnu yang mengendarai Garuda
§  Raja Kertarajasa atau Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit di Jawa, diabadikan dalam patung yang memperlihatkan ia sebagai Halihara, perpaduan antara Dewa Wisnu dan Dewa Siwa.

o   Kesenian

Sebelum masuknya pengaruh Hindu Buddha, bangsa Indonesia telah mengenal seni bangunan dalam bentuk bangunan-bangunan besar dari masa Megalithikum. Pada masa Hindu, masyarakat Indonesia dikenalkan dengan sistem konsep candi. Mirip dengan dolmen, menhir, dan punden berundak, candi adalah monumen tempat pen-dharma-an bagi raja yang sudah meninggal. Bangunan candi memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai tempat mendharmakan raja, memuja dewa-dewi tertentu, an tempat bersemadi para pendeta dan pemuka agama. Di bawah patung raja biasanya disimpan pripih.  
Masyarakat Buddha di Nusantara juga mendirikan bangunan candi, dengan fungsi yang mirip dengan agama Hindu. Stupa pada candi-candi bercorak Buddha pada awalnya berfungsi seperti pripih, dan tempat menyimpan abu jenazah Buddha Gautama atau barang-barang berharga milik raja yang telah meninggal. Daam perkembangannya, candi digunakan sebagai tempat menyimpan abu jenazah dari paa arhat (orang suci) yang berjasa menyebarkan ajaran Buddha. Jika dilihat dari struktur bangunannya, salah satu candi bercorak Buddha, Candi borobudur, sangat mirip dengan punden berundak.
Berbeda dengan dolmen dan menhir, candi biasanya memilii struktur yang lebih rumit namun artistik. I bagian luarnya terdapat relung-relung candi yang diisi dengan patung perwujudan dari Dewa Siwa, Durga, Wisnu, Brahma, dan Ganesha. Bagian atap candi Hindu biasanya bertingkat tiga, dan di bagian puncaknya dibentuk seperti genta, yaitu lonceng dengan posisi telungkup. Bangunan pada candi Buddha banyak dipenuhi stupa yang bentuknya mirip mangkuk terbalik. 

Selain itu, kebudayaan Hindu Buddha juga memengaruhi seni pertunjukan masyarakat Indonesia, terutama dalam hal perwayangan. Seni wayang sampai sekarang merupakan salah satu bentuk seni yang masih populer di kalangan masyarakat Indonesia. Seni wayang beragam bentuknya seperti wayang kulit, wayang golek, dan wayang orang. Seni pertunjukan wayang tampaknya telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak aman prasejarah.


Peninggalan Hindu-Buddha di Indonesia
Seni Wayang

Pertunjukan wayang pada masa ini selalu dikaitkan dengan fungsi magisreligius yaitu sebagai bentuk upacara pemujaan pada arwah nenek moyang yang disebut Hyang . Kedatangan arwah nenek moyang diwujudkan dalam bentuk bayangan dari sebuah wayang yang terbuat dari kulit. Lakon wayang pada masa ini lebih banyak menceritakan tentang kepahlawanan dan petualangan nenek moyang, seperti lakon-lakon “Dewi Sri” atau “Murwakala”. 



Pertunjukan wayang diadakan pada malam hari di tempat-tempat yang dianggap keramat. Pada masa Hindu-Buddha, kebudayaan pertunjukan wayang ini terus dilanjutkan dan lebih berkembang lagi dengan cerita-cerita yang lebih kaya.



Cerita-cerita yang dikembangkan dalam seni wayang kemudian sebagian besar mengambil epik yang berkembang dari agama Hindu-Buddha terutama cerita Ramayana dan Mahabharata. Meskipun demikian, tampaknya cerita yang dikembangkan dalam seni pertunjukan wayang tidak seluruhnya merupakan budaya atau cerita yang sepenuhnya berasal dari India. Unsur-unsur budaya asli memberikan ciri tersendiri dan utama dalam seni wayang.



Hal ini terlihat dengan dimasukkannya tokoh-tokoh baru yang kita kenal dengan sebutan Punakawan. Tokoh-tokoh punakawan seperti Bagong, Petruk dan Gareng (dalam seni wayang golek disebut Astrajingga atau Cepot, Dewala dan Gareng) tidak akan kita temukan dalam cerita-cerita epik populer India seperti Ramayana dan Mahabharata, sebab penciptaan tokoh-tokoh tersebut asli dari Indonesia.



Munculnya tokoh Punakawan ini untuk pertamakalinya diperkenalkan oleh Mpu Panuluh yang hidup pada aman kerajaan Kediri. Dalam karya sastranya yang berjudul Ghatotkacasraya, Mpu Panuluh menampilkan unsur punakawan yang berjumlah tiga, yaitu Punta, Prasanta dan Juru Deh sebagai hamba atau abdi tokoh Abhimanyu, putra Arjuna. Dalam karyanya tersebut, Mpu Panuluh masih menggambarkan tokoh punakawan sebagai tokoh figuran yang kaku dan porsi cerita terbesar masih dipegang oleh tokoh-tokoh utama.



Pada perkembangan selanjutnya tokoh punakawan ini menjadi tokoh penting dalam seni pertunjukan wayang, sebab memberikan unsur humor dan lelucon yang dapat membangun cerita wayang lebih menarik lagi. Dimasukkannya tokoh-tokoh punakawan juga seakan-akan untuk menggambarkan hubungan antara bangsa India dengan penduduk asli. 



Pembauran budaya asli dengan budaya Hindu-Buddha terlihat juga pada pencampuradukan antara mitos-mitos lama dengan cerita-cerita baru dari India. Misalnya dalam kitab Pustaka Raja Purwa menggambarkan dewa-dewa agama Hindu yang turun ke bumi dan menjadi penguasa di tanah Jawa. Sang Hyang Syiwa menjadi raja di Medang Kamulan, Sang Hyang Wisnu menggantikan kedudukan Prabu Watu Gunung dengan gelar Brahma Raja Wisnupati.


o   Sistem Bangunan Tata Kota

Pada zaman sebelum Hindu Buddha, masyarakat Indonesia belum mengenal bangunan dan taat kota yang kompleks, tertata, dan bernilai seni tinggi (arsitektur). Dengan masuknya pengaruh Hindu Buddha, masyarakat Indonesia jadi mengenal sistem bangunan yang lebih ber-arsitektur dibandingkan bangunan sebelumnya. Salah satunya adalah keraton. Keraton merupakan tempat tinggal raja yang biasanya terletak di pusat kota dan dikelilingi oleh tembok-tembok tinggi. Tembok tersebut umumnya memilii empat pintu gerbang atau gapura yang menghadap ke empat arah mata angin : utara, selatan, barat, dan timur. Di sebelah selatan umumnya terdapat alun-alun, sedangkan di bagian barat terdapat bangunan peribadatan. Sebagai contoh, alun-alun Keraton Yogya, yang disetiap tempatnya memiliki fungsi masing-masing : Alun-alun Utara sebagai tempat berkumpul masyarakat yang bersifat dinamis, Alun-alun Selatan sebagai penyeimbang dan dimaksudkan sebagai tempat palereman (istirahat) para dewa sehingga suasananya dikondisikan agar dapat menentramkan hati banyak orang.
Tata letak bangunan yang lazim disebut sistem macapat ini masih sering kita jumpai di kota-kota lain di Jawa. Sementara sisa-sisa bangunan keraton zaman dulu sengan sistem macapat masih dapat dilihat hingga saat ini, contohnya adalah Keraton Majapahit di Trowulan , Jawa Timur.

o   Bidang Seni Rupa

Pada awalnya, masyarakat Nusantara mengenal seni berupa lukisan di gua-gua yang menggambarkan hewan, manusia, jari tangan, dan lain-lain. Dengan masuknya Hindu Buddha, masyarakat Indonesia dikenalkan dengan sebuah kesenian yang disebut dengan relief. Relief merupakan seni pahat berupa ukiran (seni ukir) yang biasanya dibuat pada dinding candi, kuil, monumen, atau tempat bersejarah. Relief-relief biasanya disusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu rangkaian cerita. Biasanya diambil dari karya sastra yang lahir pada masa itu. Berikut beberapa contohnya :

§  Candi Prambanan : Dinding bagian luar candi menceritakan kisah Ramayana.
§  Candi Borobudur : Bercerita mengenai kisah Lalitawistara di dinding candi, dan pada dinding lain terdapat pahatan mengenai karmawibhangga.

Namun, tidak semua candi yang bercorak Hindu Buddha memiliki kesamaan di seluruh wilayah di Nusantara. Di Jawa Tengah, relief candi bersifat naturalis, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sedangkan relief candi di Jawa Timur lebih bersifat simbolis. Contoh relief candi yang bersifat simbolis adalah relief di Candi Jago, Jawa Timur yang di dalamnya terdapat relief punakawan. 

Setiap bangunan candi mempunyai tiga bagian utama sebagai berikut.


a. Kaki candi, berbentuk bujur sangkar melambangkan “alam bawah” yaitu dunia tempat hidup manusia.

b. Badan candi, melambangkan “alam antara” tempat manusia yang sudah meninggalkan semua urusan duniawinya.

c. Atap candi, melambangkan “alam atas”, berbentuk lingkaran dengan tiga teras berundak-undak.



Peninggalan candi Hindu-Buddha di Indonesia antara lain sebagai berikut.



a. Candi Borobudur



Dibangun pada abad ke-9 M atau 824 M (746 Saka), oleh Raja Smaratungga dari Dinasti Syailendra. Borobudur terletak di Muntilan yang dikelilingi Bukit Menoreh, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, dan Gunung Sumbing. Borobudur berasal dari kata boro yang berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti candi, biara, atau asrama dan budur yang berarti atas. Jadi, borobudur berarti candi, istana, atau biara di atas bukit.



Candi Borobudur memiliki sepuluh tingkat dengan stupa induk setinggi 7 m dengan garis tengah 9,9 m. Bangunan Candi Borobudur terbengkalai seiring dengan runtuhnya Kerajaan Mataram Hindu dan gempa bumi. Letusan gunung berapi juga turut meruntuhkan sebagian bangunan candi. Pada tahun 1814, H.C. Cornelius bersama penduduk membersihkan lokasi candi. Dan baru pada tahun 1835 bentuk candi terlihat seluruhnya.



Pemugaran Candi Borobudur pertama kali dilakukan tahun 1907-1911 berkat bantuan Th. Van Erp, dan berhasil menyelamatkan Candi Borobudur. Pemugaran kedua dilakukan pemerintah Indonesia dengan bantuan UNESCO. Pemugaran Candi Borobudur selesai pada tahun 1982. Candi Borobudur mempunyai 505 arca Buddha dan pada bagian dinding candi terdapat pahatan atau disebut relief. Relief-relief itu menggambarkan berbagai cerita, antara lain sebagai berikut.



1) Karmawibhangga berisi berlakunya hukum karma (sebab akibat), di mana setiap perbuatan baik dan buruk akan membawa akibat bagi pelakunya.

2) Lalita vistara yang menceritakan tentang kehidupan sang Buddha dari lahir sampai mendapat bodhi (wahyu) tentang hidup sejati.

3) Awadana dan Jataka yang menggambarkan kehidupan sang Buddha di masa lalu (Awadana) dan kepahlawanan orang-orang suci (Jataka).



b. Candi Prambanan



Candi Prambanan disebut juga Candi Roro Jonggrang. Candi Prambanan dibangun pada masa pemerintahan Raja Balitung pada abad ke-9 sebagai simbol Kerajaan Mataram Hindu. Pembangunan Candi Prambanan selesai pada masa pemerintahan Raja Daksa. Candi Prambanan terletak di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan DI Jogjakarta. Candi Prambanan menjadi tempat wisata budaya yang menarik karena di sekitar candi dibangun Taman Wisata dan panggung pentas Sendratari Ramayana. 



Candi Prambanan mempunyai tiga pelataran persegi, yaitu bawah, tengah, dan atas. Pada masing-masing pelataran berderet candi-candi kecil. Dalam kompleks Candi Prambanan juga terdapat tujuh buah candi besar, yaitu sebagai berikut.



1) Candi Brahma



Terletak di sebelah selatan Candi Syiwa dan berukuran lebih kecil. Di dalam Candi Brahma terdapat patung Brahma yang mempunyai empat kepala. Dewa Brahma merupakan dewa pencipta alam semesta. Pada dinding Candi Brahma terdapat relief yang berisi kelanjutan cerita Ramayana di candi induk.



2) Candi Syiwa



Disebut juga Candi Roro Jonggrang dan menjadi candi utama. Candi ini dinamakan Candi Syiwa karena di dalamnya menyimpan patung Syiwa. Masyarakat Jawa memberikan penghormatan yang tinggi kepada Dewa Syiwa karena selain sebagai dewa perusak, Dewa Syiwa juga dapat menciptakan benda kembali. Pada dinding Candi Syiwa terdapat relief yang menggambarkan tentang cerita Ramayana.



3) Candi Wisnu



Candi Wisnu mempunyai bentuk dan ukuran hampir sama dengan Candi Brahma. Candi Wisnu terletak di sebelah utara Candi Syiwa. Di dalam Candi Wisnu terdapat ruangan berisi patung Wisnu, yang digambarkan sebagai dewa dengan empat tangan yang memegang alat-alat seperti cakra, tiram, dan pemukul. Dewa Wisnu merupakan dewa pemelihara alam semesta. Pada Candi Wisnu juga terdapat relief yang menggambarkan cerita Kresnayana.



4) Candi Apit



Diberi nama Candi Apit karena letaknya terapit oleh dua candi yang berderet dan berhadapan. Candi Apit digunakan sebagai tempat semadi bagi pemeluk agama Hindu.



5) Candi Nandi



Candi Nandi terletak di deretan sebelah timur. Di dalamnya terdapat patung berbentuk seekor sapi jantan besar yang sedang berbaring. Sapi atau nandi tersebut merupakan kendaraan Dewa Syiwa. Di dalam Candi Nandi juga terdapat patung Dewa Surya (matahari) dan Dewa Candra (bulan).



6) Candi Angsa



Candi Angsa berhadapan dengan Candi Brahma. Candi ini berfungsi sebagai kandang binatang yang menjadi kendaraan Dewa Brahma, binatang tersebut adalah angsa.



7) Candi Garuda



Garuda merupakan kendaraan Dewa Wisnu. Candi Garuda terletak di sebelah utara Candi Nandi. Di bagian bawah lantai Candi Garuda terdapat sumur yang berisi tulang manusia bercampur tanah.



c. Candi Portibi



Terdapat di daerah Padan Balok, Gunung Tua, di Provinsi Sumatra Utara. Candi Portibi merupakan peninggalan Kerajaan Panai tahun 1039. Candi ini dibangun oleh para brahmana Indonesia yang berlayar bersama para pedagang-pedagang untuk menyebarkan agama Hindu di Sumatra Utara.



d. Candi Muara Takus



Dibangun pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa, sekitar abad ke 9-10 M. Candi Muara Takus dibangun sebagai tempat pemujaan penganut agama Buddha. Pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa diceritakan bahwa Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya.



Seni rupa lainnya yaitu arca. Sebelum datang pengaruh Hindu Buddha, seni patung atau arca biasanya berupa binatang yang dianggap suci, yang berdasarkan pada kepercayaan totemisme. Lalu, aa juga arca berwujud manusia berciri Negrito yang dianggap sebagai perwujudan sekaligus bentuk penghormatan terhadap roh nenek moyang. Dengan masuknya kebudayaan Hindu, masyarakat di Indonesia diperkenalkan dengan patung-patung yang menunjukkan dewa utama seperti Brahma, Wisnu, dan Siwa. Setiap dewa memiliki ciri laksana, berupa lingkaran di kepala atau seluruh badan yang menggambarkan kesucian dari dewa-dewa tersebut. Pada Dewa Wisnu, laksananya bertangan empat dengan setuap tangan memehang gada, cakra atau senjata pemusnah, kerang bersayap, dan kuncup teratai, serta menaiki burung garuda sebagai tunggangannya. Berikut beberapa arca yang merupakan peninggalan hindu buddha di Indonesia... :

a. Patung Gajah Mada

Patung ini dibuat untuk mengenang jasa-jasa Patih Gajahmada dalam mempersatukan Nusantara di bawah Majapahit. Pada saat diangkat menjadi Mangkubumi atau Perdana Menteri Majapahit, Gajah Mada mengucapkan sumpah yang bernama “Sumpah Palapa”.



b. Patung Prajna Paramita

Patung Prajna Paramita merupakan patung perwujudan Ken Dedes istri Ken Arok, yang digambarkan sebagai Dewi Kebijaksanaan. Patung yang terletak di Candi Singasari, merupakan peninggalan Kerajaan Singasari dengan pahatan yang sangat bagus.



c. Patung Buddha

Ditemukan di Bukit Siguntang, Palembang pada abad ke-2. Patung Buddha merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya sebagai bukti bahwa agama Buddha berkembang dengan baik. Selain itu terdapat juga patung Buddha di Candi Mendut.





Bentuk seni rupa lainnya yang dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu adalah ragam hias. Kemampuan membuat ragam hias yang semakin berkembang pada masa hindu dapat dilihat dari berbagai bentuk yang dapat kita temui, seperti geometris garis sejajar, bentuk S atau pilin berganda, gigi belalang, meander, ataupun swastika.

Ragam hias tubuh manusia pada masa Hindu Buddha yaitu hiasan kepala orang yang dikenal dengan kalamakara. Ada juga ragam hias binatang, yang berupa gambar binatang yang dianggap keramat, misalnya kendaraan para dewa. Terakhir, ragam hias tumbuh-tumbuhan, yang sampai sekarang masih digunakan sebagai lambang penghargaan tertinggi terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup, kalpataru.

o   Sistem Kalender

Sistem penanggalan atau kalender Hindu Buddha berpengaruh pada kebudayaan Indonesia yang berupa penggunaan kalender dari India bernama Saka. Tahun Saka dimulai pada tahun 78 M. Penggunaan kalender Saka dilihat pada Prasasti Talang Tuo, yang menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno, menjelaskan mengenai keberadaan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera yang berangka tahun 606 Saka atyau 686 M. 

Masyarakat Indonesia yang hingga saat ini masih menggunakan perhitungan tahun Saka adalah masyarakat Bali yang beragama Hindu, untuk menentukan hari pada kegiatan upacara keagamaan. 

 Sumber : 
                  http://www.cpuik.com/2012/12/peninggalan-sejarah-hindu-dan-buddha.html
                  http://www.materisma.com/2014/04/penjelasan-peninggalan-kebudayaan-            hindu.html 
                    Hapsari, Ratna dan M.Adil.2012.Sejarah Indonesia Jilid 1 untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Wajib.Jakarta:Penerbit Erlangga

1 komentar:

  1. Bukti bukti peninggalan yg ad sampai sekarang beserta gambarnya

    BalasHapus

Recent Post